mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Kamis, 17 Mei 2012

Kontradiksi Seputar Hadits tentang Turunnya Allah ke Langit Bumi di Sepertiga Malam Terakhir

sepertiga malam


Oleh: Syaikh Muhammad bin Utsaimin

Pertanyaan:
Bagaimanakah kita memadukan antara isi hadits tentang turunnya Allah di sepertiga malam dengan realitas sekarang, seperti Amerika misalnya, yang mana waktu malam menjadi seperti waktu siang?

Jawaban:

Pertanyaanmu itu adalah tentang hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari yang lengkapnya adalah:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda, 'Allah Subhanallahu wa Ta'ala akan turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam yang terakhir, seraya berfirman, 'Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan menerima permintaannya dan siapa yang meminta keampunan dari-Ku maka Aku akan mengampuninya'." (Diriwayatkan Bukhari)

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab "Doa dan Shalat di Akhir Malam". Lalu kalian bertanya, bagaimana mungkin memadukan antara hadits ini dengan realitas malam yang berubah menjadi seperti siang di Amerika.

Jawabnya adalah tidak ada masalah di dalamnya, sehingga tidak perlu dipadukan. Hadits ini menjelaskan tentang sifat-sifat perbuatan Allah. Yang harus kita lakukan terhadap sifat-sifat Allah, baik yang berupa dzat seperti wajah dan kedua tangan, atau maknawiyah seperti kehidupan dan ilmu, atau perbuatan seperti duduk di atas singgasana, dan turun ke langit dunia adalah:

1. Mengimaninya sesuai dengan yang dijelaskan oleh nash-nash tentang makna dan realitas yang berkaitan dengan Allah.

2. Mencegah diri dari berusaha mencari gambarannya dalam pikiran atau mengungkapkannya dalam perkataan, karena hal itu termasuk mengatakan tentang Allah sesuatu yang tidak diketahui. Allah mengharamkan tindakan seperti ini seperti yang dijelaskannya dalam Al-Qur'an:

"Katakanlah, 'Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui'." (Al-A'raaf: 33)

Juga firman Allah,

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (Al-Israa': 36)

Karena Allah Subhanallahu wa Ta'ala terlalu besar dan agung untuk diketahui makhluk ini tentang bentuk-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya, karena sesuatu tidak mungkin mengetahui kecuali dengan melihat-Nya atau menyaksikan-Nya atau menerima kabar yang benar tentang-Nya. Semua itu belum cukup untuk mengetahui bagaimana sifat-sifat Allah secara lengkap.

3. Menghindar dari membuat permisalan tentang sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk, baik permisalan itu digambarkan di dalam otak atau diungkapkannya dalam perkataan, karena Allah Subhanallahu wa Ta'ala berfirman,

"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang sequpa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuuraa: 11)

Jika anda mengetahui kewajiban terhadap sifat-sifat Allah ini, maka tidak ada lagi masalah dengan hadits tentang turunnya Allah di sepertiga malam terakhir itu dan tidak pula pada sifat-sifat Allah yang lain. Dimikian itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wassalam mengabarkan kepada umat-Nya bahwa Allah Subhanallahu wa Ta'ala turun ke langit dunia hingga sepertiga malam terakhir. Pernyataan ini ditujukan kepada seluruh umatnya baik di timur maupun barat bumi dan pengabarannya ini termasuk masalah ghaib yang ditunjukkan Allah kepada beliau dan yang menunjukkan beliau adalah Allah, Yang Maha Mengetahui perubahan zaman di muka bumi dan bahwa sepertiga malam menurut kaum itu menjadi setengah siang menurut umat lain misalnya.

Jika Nabi shallallahu 'alaihi wassalam memberitahukan kepada seluruh umat dengan hadits yang mengkhususkan tentang turunnya Allah di sepertiga malam terakhir, maka pernyataan ini bersifat umum untuk seluruh umat. Maka barangsiapa yang pada waktu sepertiga malam terakhir, maka turunlah Allah kepada mereka dan kami katakan kepada mereka bahwa ini adalah waktu turunnya Allah menurut kalian. Sedangkan orang-orang yang belum sampai kepada waktu itu, berarti Rabb belum turun kepada mereka. Nabi shallallahu 'alaihi wassalam membatasi turunnya Allah ke langit dunia ini dengan waktu khusus, maka jika waktu itu datang maka turunlah Allah dan jika waktunya habis maka habis pulalah waktu turunnya. Saya kira dalam hal ini tidak ada masalah.

Mungkin sulit bagi akal menggambarkan bentuk turunnya Allah ini, karena turunnya Allah tidak sama dengan turunnya makhluk; dan tidak bisa diqiyaskan hingga menjadikan apa yang mustahil bagi makhluk mustahil pula bagi Allah. Misalnya, jika fajar terbit menurut kita dan pertengahan malam ketiga mulai menyingsing bagi orang di barat, maka kita katakan bahwa waktu turunnya Rabb bagi kita telah habis dan telah mulai bagi mereka. Hal semacam ini sangat mungkin terjadi bila kita melihat sifat-sifat Allah, karena Allah Subhanallahu wa Ta'ala berfirman,

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuuraa: 11)

Dalam menjelaskan hadits tentang turunnya Allah ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Turunnya Allah kepada setiap kaum sebatas sepertiga malam mereka, maka ukurannya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan lamanya malam di utara, selatan, timur dan barat. Jika sepertiga malam jatuh pada suatu kaum, maka giliran berikutnya jatuh pada kaum yang berdekatan dengannya, sehingga terjadi pula turunnya Allah ini pada kaum itu seperti yang dikabarkan Rasulullah, dan terus begitu hingga penghujung bumi." (Syaik Muhammad bin Utsaimin, Majmu' Fatawa wa Rasail, 1/215-218)

Sumber: Memahami Ayat-ayat dan Hadits-Hadits Kontradiksi, penyusun: Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta (penerjemah: Munirul Abidin, M.Ag.), penerbit: Darul Falah, cet. Pertama, Jumadil 'Ula 1424 H/ Juli 2003 M, hal. 121-125.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar