Kumpulan tanya jawab agama, kisah nyata, kesehatan, sains, tekno, berkebun, tips praktis, dan serba-serbi info lainnya.
Sabtu, 10 November 2012
Pohon Soekarno Bikin Arafah Ijo Royo-Royo
Nama presiden pertama RI Soekarno tak hanya harum di dalam negeri. Ia pun terkenal di negeri seberang, termasuk Arab Saudi. Sang Proklamator juga diabadikan sebagai nama pohon yang menghijaukan Tanah Suci.
Jutaan tahun lalu, hingga sekitar awal tahun 1960-an, Arab Saudi adalah salah satu negara paling gersang di dunia. Negeri itu didominasi gurun pasir nan luas dan pegunungan batu gersang yang terbentuk sejak masa Palaeozoic, saat kehidupan mulai muncul sekitar 700 juta sampai 542 juta tahun silam.
Di negeri seluas 2.217.949 km2 itu, terdapat gurun pasir paling besar di dunia, yakni Rub Al Khali seluas 647.000 km2. Di gurun pasir ini nyaris tak ada satu pun kehidupan sehingga disebut Kawasan Kosong. Sejak minyak bumi ditemukan di Saudi tahun 1938, kehidupan negara itu berangsur berubah.
Perlahan namun pasti, rakyatnya makmur. Kini, Saudi adalah negara kelima terkaya di dunia dengan pendapatan per kapita lebih dari 25 ribu dolar AS per tahun, atau nyaris delapan kali lipat pendapatan per kapita Indonesia yang sebenarnya lebih subur dan kaya sumber daya alam.
Selain rakyatnya kian makmur, tanah Saudi yang dulu gersang pun kini telah berubah. Jalan di kota-kota menjadi teduh. Pepohonan banyak ditemukan di berbagai sudut, bahkan hingga ke kawasan terpencil. Namun bukan pohon khas Timur Tengah, yakni kurma, yang membuat Arab —khususnya Tanah Suci Makkah dan Madinah— menjadi ijo royo-royo, melainkan pohon Soekarno.
Nama asli pohon itu sebenarnya mindi (Melia azedarach) dan mimba (Azadirachta indica), namun generasi tua Saudi lebih mengenalnya dengan nama Syajarah Karno atau Pohon Karno, mengacu pada nama sang penyumbang benih: presiden pertama RI Ir Soekarno.
‘’Pemerintah Arab Saudi memanfaatkan betul bibit mimba dan mindi yang disumbangkan Pak Karno pada akhir 1950-an. Sekarang, dua jenis pohon itu menjadi peneduh utama di Saudi,’’ ujar Kol (TNI) Abu Harist, kepala Operasional Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) Misi Haji Indonesia di Arab Saudi, kemarin.
Bung Karno naik haji tahun 1955. Ketika itu, Arab Saudi amat gersang. Soekarno —yang saat itu memang punya pengaruh kuat di dunia— menawarkan bibit pohon kepada Pemerintah Arab untuk dijadikan peneduh. Tawaran tersebut disambut positif.
Tak diketahui tahun pastinya, yang jelas pada awal 1960-an program penghijauan di Saudi mulai dilakukan dengan memanfaatkan bibit mindi dan mimba sumbangan sang presiden, yang beberapa hari lalu mendapat gelar Pahlawan Nasional itu.
Pipa Bawah Tanah
Kawasan Arafah —tempat jamaah haji melaksanakan wukuf— sekarang amat hijau. Ribuan pohon mindi dan mimba bertinggi 7-10 meter tumbuh subur. Arafah bahkan tak pas lagi disebut padang. Lebih cocok jika ceruk kecil yang diapit pegunungan batu itu disebut Taman Arafah karena saking hijaunya dibanding kawasan padang pasir di sekitarnya.
‘’Ide Pak Karno memang berawal saat wukuf di Arafah. Ketika naik haji itu, beliau merasakan Arafah sangat terik. Padahal tiap tahun jutaan muslim berkumpul di situ. Dengan suhu rata-rata 40 derajat Celsius, ketiadaan pohon peneduh jelas sebuah masalah,’’ tambah Abu Harist.
Pemerintah Saudi sangat serius merawat dan mengembangkan Syajarah Karno tersebut. Mereka membuat pipa-pipa air bawah tanah khusus untuk menyiram mindi dan mimba. Maklum, hujan hanya sesekali turun, sehingga tanaman yang bukan asli kawasan itu membutuhkan air tambahan.
Tak hanya di perkotaan. Di Arafah —yang berjarak sekitar 25 km dari Makkah dan hanya dihuni setahun sekali tiap musim haji— pipa air bawah tanah juga dibuat. Keseriusan pemerintah Saudi benar-benar membuahkan hasil. Arafah jadi hijau. Makkah dan Madinah pun penuh mindi dan mimba. Di kawasan Syariq Mansyur Makkah misalnya, puluhan pohon mimba tumbuh kokoh dengan tinggi sekitar 10 meter.
Tetapi tahukan Anda bahwa ternyata di Indonesia sekarang ini pohon mimba ternyata sudah termasuk langka?
Aneh memang. Di Saudi, yang hanya menerima bibit sumbangan, mimba menjadi tanaman yang gampang ditemukan.
Sementara di Indonesia yang menjadi asal tanaman, pohon itu justru masuk kategori 10 tanaman langka, selangka Rafflesia arnoldi, balam suntai (Palaquium walsurifolium), bayur (Pterospermum sp), ulin (Eusiderxylon zwageri), cendana (Santalum album), damar atau kopal keruling (Agathis labillardieri), enau (Arenga pinnata), tembesu (Fagraea fragrans), dan jelutung (Dyera costulata).
Selain itu, yang lebih menyedihkan, sari dari kulit, daun, dan getah mimba yang berkhasiat obat ternyata diolah oleh warga Arab Saudi dan sebagian dijual ke Indonesia.
(Penulis: Gunarso)
Sumber: Koran Suara Merdeka edisi 9 November 2012.
Baca juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar