mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Rabu, 07 Maret 2012

Hukum Belajar Bahasa Inggris

menara bigben


Syaikh Al-Utsaimin ditanya tentang bagaimana hukum mempelajari bahasa Inggris pada masa sekarang ini?

Beliau rahimahullah menjawab:

Jika engkau membutuhkan maka mempelajarinya adalah suatu alat sebagai sarana berdakwah kepada Allah. Bisa jadi mempelajari bahasa Inggris hukumnya wajib, namun jika engkau tidak membutuhkan janganlah engkau menyibukkan waktumu dengan hal itu.

Sibukkanlah dengan hal yang lebih penting dan bermanfaat. Tingkat kepentingan masyarakat mempelajari bahasa Inggris berbeda-beda. Nabi pernah memerintah Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Yahudi [1]. Jadi mempelajari bahasa Inggris merupakan alat saja. Sekiranya engkau membutuhkan maka engkau bisa mempelajari, jika tidak maka janganlah menyia-nyiakan waktumu untuk mempelajarinya.

Syaikh Al-Utsaimin ghafarallahu lahu juga ditanya: Bagaimana pendapat anda tentang seorang penuntut ilmu yang mempelajari bahasa Inggris, terlebih lagi bahasa itu nantinya digunakan untuk berdakwah di jalan Allah?

Beliau rahimahullah menjawab:

Kami menilai bahwa mempelajari bahasa Inggris, tidak diragukan lagi, merupakan sebuah alat (saja). Suatu alat disebut baik jika memiliki tujuan-tujuan yang baik dan menjadi buruk jika memiliki tujuan-tujuan yang buruk (pula). Tetapi sesuatu yang wajib untuk dijauhi adalah jika engkau menjadikan bahasa Inggris sebagai suatu alternatif daqi bahasa Arab, maka ini sungguh tidak boleh. Kami mendengar ada sebagian orang bodoh berbincang-bincang dengan bahasa Inggris sebagai alternatif penggati bahasa Arab.

Sampai-sampai ada orang bodoh yang mengalami kerugian yang saya anggap mereka ini sebagai pengekor orang lain, mereka mengajari cara salam non muslim pada anak-anak mereka. Mereka mengajari anak-anak mereka untuk mengucapkan bay bay ketika hendak berpisag atau istilah lain yang serupa dengan itu. Karena upaya penggantian bahasa Arab -bahasa Al-Qur'an dan merupakan bahasa termulia- dengan bahasa Inggris, haram hukumnya.

Namun jika bahasa Inggris ini digunakan sebagai sarana (alat) untuk berdakwah maka tidak diragukan lagi bahwa penggunaan bahasa ini terkadang hukumnya menjadi wajib. Saya belum pernah mempelajari bahasa Inggris dan saya dulu berharap ingin mempelajarinya.

Terkadang saya benar-benar (sangat) membutuhkannya, sebab seorang penerjemah tidak mungkin dapat mengungkapkan secara sempurna apa yang tersirat di dalam benakku. Akan saya tuturkan sebuah kisah yang terjadi di masjid bandara di kota Jeddah dengan beberapa personil dari Kantor Bimbingan Islam, kami berbicara selepas shalat Shubuh tentang kelompok Tijaniyah (Ahmadiyah) bahwa aliran ini adalah aliran yang batil dan mengingkari agama Islam dan saya pun berbicara tentang kelompok ini sesuai dengan apa yang saya ketahui. Lalu datanglah seorang lelaki kepadaku, dia berkata, "Saya memohon anda mengijinkan saya untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Al-Husa." Maka saya katakan, "Tidak mengapa." Dia pun menerjemahkannya. Kemudian datang seorang lelaki dengan tergopoh-gopoh, ia mengatakan, "Orang yang menerjemahkan ceramahmu ini memuji kelompok Tijaniyah."

Maka saya pun tercengang dan saya mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Sekiranya saya mengetahui semisal bahasa ini, tentunya saya tidak butuh para penipu itu. Walhasil, mengenali bahasa orang yang engkau ajak bicara, tidak diragukan lagi, adalah perkara yang penting sehingga dapat menyampaikan pengetahuan-pengetahuan (pesan-pesan) kepada orang yang bersangkutan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka." (Ibrahim : 4)

Sumber: Tuntunan Ulama Salaf dalam Menuntut Ilmu Syar'i karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin (penerjemah: Abu Abdillah Salim bin Subaid), penerbit: Pustaka Sumayyah, hal. 136 dan 154-155.

____________________
[1] Redaksi haditsnya: Dari Kharijah -yakni Ibnu Zaid bin Tsabit- berkata: "Zaid bin Tsabit (yakni ayahnya) berkata: "Rasulullah menyuruhku untuk mempelajari kitab orang Yahudi. Zaid bin Tsabit berkata: "Demi Allah, sesungguhnya tidaklah beriman orang Yahudi itu kepada kitab (Al-Qur'an) kemudian aku mempelajarinya (kitab Yahudi) tidak terlewatkan dariku melainkan selama setengah bulan aku selalu bermuka masam. Aku menulis kitab itu apabila dia menulis, dan aku membacanya apabila ditulis atasnya." Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Kitabul Ilmi Bab Riwayatu Haditsi Ahli Kitab, Imam Ahmad juz 5 hal. 186, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz I hal. 75 seraya berkata: "Hadits ini shahih." Dan Adz-Dzahabi menyepakatinya.

Hadits ini diletakkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya pada Kitabul Ahkam Bab: Turjamatul Hukkam wa Hal Yajuzu Turjamani Wahidin dengan perkataan: "Kharijah Ibnu Zaid Ibnu Tsabit berkata dari Zaid bin Tsabit berkata: "Nabi menyuruhku mempelajari kitab orang Yahudi hingga aku menulisnya apa yang dia (orang Yahudi) tulis dan aku membaca kitab-kitab mereka apabila mereka menulisnya." Dan lihat Al-Ishabah juz I hal. 543.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar