mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Senin, 17 Desember 2012

Hukum Menghadiahkan Bunga Kepada Orang Sakit


Tanya: Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, anggota Majelis Fatwa, semoga Allah melindungi anda, as-salaamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuhu wa ba'du, kami ingin bertanya kepada anda tentang fenomena yang semakin lama semakin marak terjadi di sejumlah rumah sakit. Ironinya hal itu terjadi di tengah masyarakat muslim yang diadopsi dari budaya barat yang kafir, yaitu menghadiahkan bingkisan bunga kepada si sakit, kadang bingkisan bunga tersebut dibeli dengan harga yang sangat mahal. Bagaimana pandangan anda tentang kebiasaan tersebut?

Jawab:

Wa 'alaikum salam wa rahmatullah wa barakaatuhu wa ba'du, tentu saja bingkisan bunga seperti itu tidak ada faedahnya dan tidak ada gunanya sama sekali. Tidak dapat menyembuhkan si sakit dan tidak juga menurunkan penderitaannya serta tidak membawa kesehatan bagi si sakit dan menolak penyakitnya.

Bunga itu hanyalah bunga buatan tangan (yang dirangkai dengan tangan) atau dengan mesin kemudian dijual dengan harga mahal. Yang untung adalah pihak produsen sementara yang jelas rugi adalah pihak konsumen. Perbuatan seperti itu hanyalah melatahi budaya orang-orang barat secara membabi buta tanpa memikirkan untung ruginya.

Bingkisan bunga tersebut dibeli dengan harga mahal lalu hanya bertahan satu dua jam atau satu dua hari kemudian dibuang ke tempat sampah tanpa ada faedah sama sekali. Seharusnya uang untuk membeli bingkisan semacam itu disimpan dan digunakan untuk hal-hal yang berguna bagi dunia maupun agama.

Bagi yang melihat orang yang membelinya atau menjualnya hendaklah memberi peringatan kepada mereka semoga mau bertaubat dan meninggalkan usaha yang cuma mendatangkan kerugian yang nyata itu.

Shalawat beriring salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad, atas kekuarga dan segenap sahabat beliau.

Sumber: Fatawa-fatwa Seputar Pengobatan dan Kesehatan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin (penerjemah: Abu Ihsan Al-Atsari), penerbit: At-Tibyan, Solo. Hal. 120.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar