Kumpulan tanya jawab agama, kisah nyata, kesehatan, sains, tekno, berkebun, tips praktis, dan serba-serbi info lainnya.
Minggu, 11 Maret 2012
Hukum Berwisata ke Candi Borobudur
Pertanyaan:
Apa hukumnya berkunjung ke tempat-tempat wisata yang merupakan tempat ibadah orang kafir seperti Candi Borobudur dan semisalnya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari:
Alhamdulillah, ini adalah perbuatan yang di dalamnya terdapat perkara-perkara yang bertentangan dengan syariat Islam, di antaranya:
1. Bertentangan dengan firman Allah:
“Dan barangsiapa memuliakan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu termasuk ketaqwaan hati kepada Allah.” (QS. Al-Hajj: 32)
2. Bertentangan dengan firman Allah:
“Dan barangsiapa memuliakan perkara-perkara yang memiliki kehormatan di sisi Allah maka hal itu lebih baik baginya di sisi Rabb-nya. ” (QS. Al-Hajj: 30)
Allah memerintahkan dan mengagungkan syiar-syiar Islam sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah, dan hal itu lebih baik bagi kita di sisi Allah.
Sedangkan tempat-tempat itu merupakan syiar-syiar kekufuran dan kesyirikan yang diagungkan dan dimuliakan oleh orang-orang kafir sebagai tandingan terhadap syiar-syiar Islam. Maka apakah pantas bagi seorang Muslim yang beriman dan bertaqwa untuk mengagumi dan mengunjunginya?
3. Bertentangan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” [HR. Ahmad, dihasankan Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hajar, dan Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam Jilbabul Mar'ah Al-Muslimah, hal. 203-204, dan juga oleh Syaikhuna Al-Wadi'i]
Karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perayaan atau ‘ied bagi kaum musyrikin, sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Bahwa setiap tempat yang dimaksudkan untuk berkumpul padanya dan beribadah ataupun selain ibadah maka itu dinamakan ‘ied atau perayaan.” [Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, hal.300]
Jadi mengunjungi tempat-tempat tersebut menyerupai perayaan atau ‘ied mereka, apalagi bila waktu berkunjung tersebut bertepatan dengan waktu ‘ied atau perayaan mereka.
4. Bertentangan dengan firman Allah:
“Dan mereka hamba-hamba Allah yang beriman tidak menyaksikan/menghadiri perkara yang mungkar.” (QS. Al-Furqan: 72)
Jadi menghadiri/menyaksikan perkara yang mungkar bukanlah merupakan sifat orang-orang yang beriman, sementara di tempat-tempat itu terdapat berbagai macam kemungkaran.
Kalaulah tidak ada kemungkaran lain selain bahwa itu adalah tempat kesyirikan maka itu sudah cukup untuk menghalangi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa untuk mengunjungi tempat tersebut.
5. Bertentangan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Paling tidak dengan pengingkaran dalam hati.
Adapun mengagumi dan mengunjungi tempat-tempat tersebut merupakan satu bentuk keridhaan seseorang terhadapnya dan semakin mengokohkan keberadaan tempat-tempat tersebut sehingga menjatuhkan dia dalam perbuatan mudahanah, yaitu bermuka manis terhadap kemungkaran, sedangkan Allah berfirman,
“Mereka kaum musyrikin berharap jika seandainya kamu (wahai Muhammad) bermudahanah terhadap mereka, maka mereka pun akan melakukan hal yang sama.” (QS. Al-Qalam: 9)
Jadi Allah mengingatkan khalil-Nya (kekasih-Nya) yang juga merupakan peringatan terhadap seluruh umat ini untuk tidak bermuka manis terhadap kaum musyrikin.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata dalam Taisir Al-Karimir Rahman ketika menafsirkan ayat ini yaitu: “Kamu setuju dengan sebagian kemungkaran yang ada pada mereka, baik dengan ucapan, atau perbuatan, atau dengan cara diam terhadap perkara yang semestinya diingkari.”
Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Asy-Syariah No. 04/I/Syawwal 1424 H, hal. 50.
Baca juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar