mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Jumat, 09 Maret 2012

Tanya Jawab seputar Sujud Sahwi

sujud


Tata cara Sujud Sahwi

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin

Tanya: Bagaimana bacaan sujud sahwi, kapan dilakukan dan bagaimana caranya?

Jawab:

Sujud sahwi adalah dua gerakan sujud yang dilakukan oleh orang yang sholat untuk menutupi kekurangan yang terjadi dalam sholatnya karena lupa. Sebab-sebabnya ada tiga: karena kelebihan, kekurangan atau ragu-ragu (tentang gerakan dalam sholat).

1. Karena kelebihan gerakan

Jika seseorang dalam sholatnya sengaja menambah berdiri, duduk, ruku’ atau sujud maka batallah sholatnya. Jika hal itu terjadi karena lupa, sementara ia tidak ingat kecuali setelah menyelesaikan gerakan tersebut, maka tidak dibebankan padanya kecuali sujud sahwi, adapun sholatnya sah. Jika ia ingat kelebihan itu di tengah-tengahnya, ia wajib kembali darinya dan melakukan sujud sahwi, adapun sholatnya sah. (Sujud sahwi karena kelebihan gerakan dilakukan setelah salam, di luar sholat).

2. Karena kekurangan

a. Kekurangan rukun sholat.

Apabila orang yang sholat itu tertinggal salah satu rukunnya, jika yang tertinggal itu takbiratul ihram, maka sholatnya tidak sah, baik tertinggalnya karena disengaja atau karena lupa, karena sholat tidak mungkin terjadi tanpa takbiratul ihram. Jika yang tertinggal itu selain takbiratul ihram dan dilakukan dengan sengaja, maka batallah sholatnya. Namun jika ditinggalkan karena lupa, jika ia menyambung sholatnya hingga ke tempat tersebut pada rakaat berikutnya berarti rakaat yang di sana terdapat rukun yang tertinggal tidak dihitung, dan posisinya digantikan oleh rakaat berikutnya. Akan tetapi jika ia tidak menyambung rukun yang ditinggalkan tersebut kerakaat berikutnya, ia wajib kembali ke rukun yang tertinggal dan melaksanakannya kemudian menyempurnakan sholatnya. Dalam dua kondisi ini ia harus melakukan sujud sahwi setelah salam. (Caranya mengucapkan salam, lalu sujud dua kali kemudian salam lagi).

b. Kekurangan wajib sholat

Apabila orang yang sholat sengaja meninggalkan salah satu wajib sholat, maka batallah sholatnya, namun bila meninggalkannya karena lupa, lalu mengingatnya sebelum selesai dari gerakan tersebut, hendaklah ia melaksanakan kewajiban tersebut dan dalam hal ini ia tidak dikenai apa-apa. Jika ia mengingatnya setelah menyelesaikan gerakan tersebut namum belum sampai pada gerakan berikutnya, maka hendaklah ia kembali ketempat semula dan melakukan gerakan yang terlupa tersebut, lalu menyempurnakan sholatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam kembali. Jika ia mengingatnya setelah sampai pada rukun berikutnya, maka gugurlah kewajiban itu dan ia tidak perlu kembali padanya, namun ia terus menyempurnakan sholatnya dan sujud sahwi sebelum salam.

3. Karena ragu-ragu

Yaitu kebimbangan antara dua perkara, mana diantara keduanya yang terjadi.

Walhasil ragu-ragu dalam sholat tidak keluar dari dua keadaan berikut:

Pertama: Dari dua hal yang ia ragukan ada salah satunya yang ia kuatkan, maka ia beramal menurut yang ia kuatkan, lalu menyempurnakan sholatnya dan salam kemudian sujud lalu salam kembali.

Kedua: Dari dua hal yang ia ragukan tidak ada satupun yang ia kuaatkan, maka ia beramal menurut yang pasti yakin, dalam hal ini yang lebih sedikit, lalu ia menyempurnakan sholatnya dan sujud sahwi sebelum salam lalu salam.

Sujud sahwi bagi makmum

Jika imam lupa (lalu melakukan sujud sahwi) maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu `alaihi wasallam:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kamu menyelisihinya. ” (HR. Bukhari No 722)

Sampai sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا

“Dan jika ia sujud maka sujudlah” (Muttafaq `alaih)

Maka baik imam sujud sebelum atau setelah salam, makmum wajib mengikutinya, kecuali masbuq, ia tidak mengikuti imam ketika sujud setelah salam, disebabkan ia berhalangan, karena orang yang masbuq tidak mungkin salam bersama imam karena ia harus menyempurnakan sholatnya. (Maka dalam hal ini setelah ia menyempurnakan sholatnya) lalu salam, ia melakukan sujud sahwi dan salam kembali.

Dan jika dalam satu sholat ada dua kelupaan, yang pertama sujudnya dilakukan sebelum salam sementara yang lain setelah salam, maka dalam hal ini ulama menguatkan sujud sahwi yang dilakukan sebelum salam. (Rasaail Fiqhiyah, Ibnu Utsaimin, hal : 6, cet.2, Dar Thayyibah)

Adapun cara sujud sahwi adalah mengucapkan takbir lalu sujud sebanyak dua kali, dan doa yang dibaca adalah sebagimana doa sujud dalam sholat, kemudian takbir lalu salam. [1]

SUJUD SAHWI UNTUK SHALAT WAJIB DAN SUNNAH

Oleh: Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i

Tanya: Apakah sujud sahwi disyariatkan dalam shalat wajib dan shalat sunnah?

Jawab:

Yang benar dari pendapat ulama sujud sahwi adalah sama dalam shalat wajib dan shalat sunnah. Sujud sahwi ini disyariatkan ketika seseorang lupa dari mengerjakan yang wajib sehingga ia meninggalkannya. Yaitu jika seseorang melupakan amalan yang wajib seperti meninggalkan tasyahhud awwal, atau salam setelah dua rakaat dalam shalat empat rakaat. Hal ini pernah terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika itu dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah shalat telah dikurangi atau anda yang lupa?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Semua itu tidak terjadi.” Para shahabat menjawab, “Bahkan sebaliknya, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Kemudian berkatalah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Benarkah perkataan Dzul Yadain?” Para shahabat menjawab, “Benar.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit dan shalat dua rakaat kemudian sujud sahwi.

Begitu pula apabila seseorang bangkit menuju rakaat kelima sebagaimana itu pernah terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni bangkit untuk rakaat kelima dalam shalat empat rakaat. Kemudian dikatakan kepada beliau setelah salam, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam engkau telah shalat lima rakaat.” Maka beliau pun menghadap kiblat dan sujud dua kali. Sujud ini disyariatkan dalam shalat fardhu dan shalat sunnah, bila kamu meninggalkan sesuatu (di dalam shalat) karena lupa.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Apabila kalian ragu dalam shalat, maka berupayalah mengikuti yang paling benar kemudian sujudlah dua kali.”

Bila kamu ragu apakah telah shalat tiga rakaat atau empat, anggap saja kamu baru melaksanakan tiga, kemudian bangkit untuk rakaat keempat. Setelah itu sujudlah, setelah tasyahhud dua kali. Boleh juga sujudnya dilakukan setelah salam atau sebelumnya. Kedua-duanya ada ajarannya. [2]

FATWA ASY-SYAIKH ABDUL ‘AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ

Tanya: Jika orang yang shalat ragu, apakah dia sudah shalat tiga rakaat ataukah empat rakaat, apa yang harus dia lakukan?

Jawab:

Yang wajib bagi dia bersamaan dengan keraguan yang ada adalah menentukan bilangan yang yakin, yaitu bilangan yang paling sedikit. Yang demikian itu dengan menjadikannya tiga rakaat pada penggambaran yang disebutkan dan menyempurnakannya menjadi empat rakaat kemudian sujud sahwi dan salam. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Jika salah seorang kalian ragu di dalam shalatnya, sehingga tidak tahu apakah dia sudah shalat tiga rakaat ataukah empat, maka hendaknya dia membuang keraguannya tersebut dan membangunnya di atas keyakinan, kemudian hendaknya dia sujud 2 kali sebelum salam, jikalah ternyata dia shalat lima rakaat maka sujud itu menjadi penggenap baginya dan jika dia shalat sempurna maka sujud itu sebagai penghinaan dan pembangkit kemarahan bagi syaithan.” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Jika dia lebih dominan pada satu keadaan, baik yang kurang atau yang sempurna, maka dia tetapkan menurut mana yang kuat dalam benaknya, kemudian salam dan setelah itu sujud syahwi 2 kali, berdasarkan sabda Rasulullah:

“Jika salah seorang di antara kalian ragu di dalam shalatnya, hendaknya dia menetapkan mana yang benar dan menyempurnakannya, setelah itu salam kemudian sujud 2 kali setelah salam.” (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Tanya: Sebagian imam melakukan sujud sahwi setelah salam, dan sebagian lagi melakukannya sebelum salam, dan kebanyakan lagi melakukan sekali sebelum salam dan sekali sesudah salam. Kapan anjuran untuk melakukan sebelum salam dan kapan pula melakukannya setelah salam? Apakah ada syariatnya untuk melakukan sujud sahwi satu sebelum salam dan satu lagi setelah salam, baik secara wajib atau mustahab?

Jawab:

Masalah dalam hal ini sangat luas, keduanya boleh dilakukan baik sebelum atau setelah salam, karena hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan demikian, akan tetapi yang lebih utama sujud sahwi dilakukan sebelum salam kecuali pada dua keadaan di bawah ini:

Pertama: Jika salam ketika masih kurang satu rakaat atau lebih, yang lebih utama adalah sujud sahwi dilakukan setelah menyempurnakan shalat tersebut dan setelah salam, dalam rangka mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan yang seperti ini, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau salam dan kurang dua rakaat shalatnya, seperti pada hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan juga ketika beliau salam dan masih kurang satu rakaat seperti dalam hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, beliau melakukan sujud sahwi setelah sempurnanya shalat tersebut dan setelah salam.

Kedua: Jika seseorang ragu dalam shalatnya apakah dia sudah mengerjakan tiga ataukah empat rakaat pada shalat yang memiliki jumlah bilangan empat, atau dua atau tiga pada shalat Maghrib, atau satu atau dua dalam shalat Fajar, akan tetapi dia condong pada salah satu keadaan baik yang kurang atau yang sempurna, maka dia tetapkan mana yang kuat menurut dugaan dia baru setelah itu sujud dua kali setelah salam, ini dalam bentuk keutamaan, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud yang tersebut pada jawaban nomer 58. Semoga Allah memberi taufik.

Tanya: Jika orang yang masbuq lupa dalam shalatnya, apakah dia juga melakukan sujud sahwi? Kapan dia melakukannya? Dan apakah wajib bagi makmum untuk melakukan sujud sahwi jika dia lupa?

Jawab:

Makmum tidak melakukan sujud sahwi ketika dia lupa, bahkan dia wajib mengikuti imam jika telah bermakmum dari awal shalatnya, adapun orang yang masbuq maka dia melakukan sujud sahwi jika dia lupa shalat yang ia lakukan bersama imamnya atau tatkala melanjutkannya sendirian, setelah menyempurnakan shalatnya sesuai dengan perincian yang tersebut pada jawaban nomer 58 dan 59. Semoga Allah memberi taufik.

Tanya: Apakah disyariatkan melakukan sujud sahwi pada tempat-tempat berikut:

1. Jika pada dua rakaat terakhir pada shalat-shalat ruba’iyyah membaca surat Al-Qur’an yang mudah di samping membaca Al-Fatihah?

2. Jika pada sujud atau pada duduk antara dua sujud dia membaca, misalnya: “Subhaana rabbiyal ‘adhim” (bacaan ketika ruku’, -pen)?

3. Jika dia membaca dengan suara keras pada shalat sirriyah atau membaca dengan suara pelan dalam shalat jahriyah?

Jawab:

Jika dia pada dua rakaat terakhir dari shalat-shalat ruba’iyyah membaca satu ayat atau lebih atau bahkan mungkin satu surat karena lupa, maka tidak disyariatkan untuk melakukan sujud sahwi, karena ada riwayat yang tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau terkadang membaca ayat Al-Qur’an sebagai tambahan dari surat Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat shalat Dhuhur. Juga beliau memuji pemimpin pasukan yang pada setiap rakaat shalatnya membaca “Qul huwa allahu ahad” setelah Al-Fatihah, akan tetapi yang ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau tidak membaca pada rakaat ketiga atau keempat selain Al-Fatihah sebagaimana dalam Shahihain dari hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu.

Juga telah tsabit riwayat dari Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau setelah membaca Al-Fatihah pada rakaat ketiga shalat Maghrib membaca:

“(Mereka berdoa): Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha pemberi (karunia).” (Ali Imran: 8)
Semua ini menunjukkan bahwa dalam masalah ini ada kelonggaran.

Adapun orang yang membaca ayat-ayat pada ruku’nya atau sujudnya karena lupa, maka dia melakukan sujud sahwi, karena tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan sengaja pada ruku’ dan sujud, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang hal itu. Oleh karena itu, apabila dia membaca karena lupa ketika ruku’ atau sujud, maka wajib untuk melakukan sujud sahwi. Demikian juga halnya jika lupa pada ruku’ dan membaca “Subhaana rabbiyal a’laa” sebagai ganti dari “Subhaana rabbiyal ‘adhim” atau lupa pada sujud sehingga membaca “Subhaana rabbiyal ‘adhim” sebagai ganti dari “Subhaana rabbiyal a’laa”, maka wajib bagi dia untuk sujud sahwi karena dia telah meninggalkan perkara yang wajib disebabkan lupa. Adapun bila keduanya dibaca pada ruku’ atau sujud karena lupa, maka tidak harus sujud sahwi, namun jika dia ingin sujud juga tidak mengapa berdasarkan keumuman dalil-dalil. Hukum ini berlaku bagi imam, munfarid dan makmum masbuq.

Adapun makmum yang ikut shalat bersama imam sejak awalnya, maka dia tidak melakukan sujud sahwi pada keadaan-keadaan ini, bahkan dia harus selalu mengikuti imamnya, demikian juga jika dia membaca dengan jelas pada shalat sirriyah atau membaca pelan pada shalat jahriyah, tidaklah mengharuskan dia sujud syahwi. Sebab terkadang pada shalat sirriyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperdengarkan bacaannya kepada para shahabat. Semoga Allah memberi taufik. [3]

Catatan kaki:

[1] Sumber: http://dialogimani.wordpress.com/2008/09/06/tata-cara-sujud-sahwi/

[2] Sumber: Tanya Jawab Bersama Syaikh Muqbil, penerjemah Al-Ustadz Ja’far Shalih Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc. Penerbit Pustaka Salafiyah, Banyumas. Hal. 166-167.

[3] Sumber: Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam & Fatwa-fatwa Penting Tentangnya oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz (penerjemah: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Abu Hudzaifah, Khoirur-Rijal, dan Alimuddin), penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’, Sukoharjo. Pertanyaan no. 58, 59, 60 dan 61, hal. 427-432.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar