mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Sabtu, 18 Agustus 2012

[kisah nyata] Air Mata Perpisahan di Malam Ied

bersimpuh


Berbekallah di dunia ini dengan sedikit-dikitnya perbekalan
Karena suatu masa semuanya akan engkau tinggalkan
Tutuplah mata dari dunia dan segala gemerlap penghuninya
Niscaya mereka akan meninggalkanmu lalu biaslah dunia itu dengan amal baik untuknya Perangilah segala kelezatan dunia sebatas yang engkau bisa
Sesungguhnya berjihad melawan hawa nafsu adalah yang terbaik untuk kita Dunia hanyalah negeri kehinaan belaka
Sesungguhnya kekuasaan penghuninya akan sirna

Sore hari itu, ia mendengar mereka berbincang-bincang. Hari Ied kemungkinan adalah besok... Karena melihat ia ikut nimbrung bersama mereka dengan membicarakan pembicaraan, mereka segera melemparkan kepadanya beban yang berat, yakni meminta kepadanya -padahal ia masih anak kecil- untuk mendengar dentuman meriam yang mengisyaratkan bahwa bulan ini belum sempurna dan bahwa besok adalah hari Ied...

Ia menerima kewajiban itu, dengan tekad yang kuat dan kejantanan yang tampak di masa kecilnya itu, ia meninggalkan mainan yang ada di sekelilingnya, melupakan teman-teman bermainnya, tekun mendengarkan segalanya, dan menajamkan panca inderanya, seolah-olah hari Ied adalah tanggung jawabnya!!

Ia naik ke bagian rumahnya yang paling tinggi, lalu keluar ke halaman dan akhirnya ia memilih jendela yang paling sepi dan paling jauh dari keramaian...

Waktu-waktu berlalu untuk menunggu, pada masa itu ia terus menunggu pulang pergi ke rumahnya. Namun beberapa saat kemudian, telinganya bergetar karena gembiranya, yakni ketika mendengar suara-suara meriam. Hal itu semakin jelas ketika imam masjid langsung berhenti untuk menunaikan shalat tarawih. Maka jelas baginya bahwa sudah diputuskan hari Ied besok mulai dari malam yang gelap itu, bahwa bulan sabit Syawwal sudah muncul..

Ia berjalan tergera-gesa ke rumah neneknya untuk menyampaikan kabar gembira yang ditunggu-tunggu orang banyak, yang telah ditunaikannya secara baik-baik. Suaranya sudah lebih dahulu sampai ke segala penjuru rumahnya mengumumkan kedatangan hari Ied besok. Namun saking terkejutnya, ia segera berhenti!! Secara sekilas ia melihat neneknya sedang berada dalam mushalanya dalam keadaan berlinang air mata. Ia mendekati neneknya itu dan berteriak mengumumkan kedatangannya dan kedatangan hari Ied besok. Kedua matanya mengikuti jatuhnya air mata neneknya itu di dalam mushala. Sang nenek baru menyadari kehadirannya dan mengangkat kepalanya. Ia menyembunyikan air matanya dengan tangannya serta mengelap keningnya. Ia menunjukkan kegembiraannya karena melihat cucunya itu bergembira dengan kedatangan hari Ied...

Beberapa tahun yang panjang berlalu dari umurnya. Ia mulai mengetahui bahwa air mata itu adalah ungkapan yang jujur dari perpisahan dengan bulan yang agung, hari-hari yang penuh kemuliaan, yakni bulan Ramadhan. Itu adalah kesedihan dari orang yang bergembira dengan datangnya musim penuh kebajikan, lalu kemudian berakhir. Yang tertinggal dalam dirinya adalah rasa berat untuk berpisah dengan bulan itu, bulan kebajikan dan bulan sedekah, yang akhirnya menjadikannya berangan-angan seandainya seluruh bulan dalam satu tahun adalah bulan Ramadhan..

Setelah anak itu besar dan menjadi seorang perjaka, ia melihat bahwa barometer itu telah menjadi terbalik, dan persoalannya telah berubah, situasi dan kondisi telah berganti. Ia melihat dengan bola mata kepalanya sendiri yang pernah digunakan untuk melihat tetesan air mata neneknya, adanya orang-orang yang bergembira mendengar pengumuman Ied dan berlari meninggalkan Ramadhan. Ia melihat orang yang meninggakkan segala ibadah dan ketaatan seiring dengan diumumkannya waktu Ied. Seolah-olah fajar hari Ied adalah pengumuman untuk meninggalkan segala ketaatan dan kewajiban, dan izin untuk memulai musim penuh kemaksiatan dan keharaman...

Ia semakin yakin dengan hal itu ketika ia mendengar Imam mengangkat suaranya di atas mimbar pada shalat Jum'at yang mengakhiri bulan Ramadhan, sementara masjid tinggal berisi sedikit saja orang yang shalat. Ia bertanya-tanya, sementara bayangan air mata dia lihat di pipi neneknya dan kepahitan perpisahan tersirat di wajahnya: "Apakah begini gersangnya kita meninggalkan Ramadhan dan dengan terus berbuat kesalahan? Apakah masjid hanya dikenal dan Al-Qur'an hanya dibaca di bulan Ramadhan saja?" Padahal bulan Ramadhan adalah ibarat sekolah yang mendidik jiwa untuk tetap memiliki tekad dan semangat yang sama sepanjang tahun tanpa mengenal lelah, bosan atau loyo. Akan tetapi apa yang kita lihat pada hari ini, ketika berpisah dengan Ramadhan, berarti berpisah dengan masjid hingga tahun berikutnya?! Lupa lagi menunaikan ibadah sunnah dan bahkan meninggalkan yang wajib. Padahal Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Beribadahlah kepada Rabb-mu hingga datang kepadamu keyakinan." Yang dimaksud dengan keyakinan adalah kematian, bukan meriam di hari Ied!!

Sumber: Perjalanan Menuju Hidayah karya Abdul Malik Al-Qasim (penerjemah: Abu Umar Basyir), penerbit: Darul Haq, cet. 1, Ramadhan 1422 H / Desember 2001 M. Hal. 211-214.

Baca juga:

1 komentar: