Kumpulan tanya jawab agama, kisah nyata, kesehatan, sains, tekno, berkebun, tips praktis, dan serba-serbi info lainnya.
Senin, 24 September 2012
Namaku Afu, Saya Tiong Hoa & Saya Muslim! (Bag. 2)
Baca kisah sebelumnya: DI SINI.
Was-was Akibat Ketidakfahaman
Dari membaca, saya mengerti tentang pentingnya niat dalam shalat. Bahwa niat adalah rukun shalat, bentuknya kalimat yang dilafalkan dalam qalbu. Karena was-was dalam niat, seringkali saya mengulangi takbiratul ihram sampai dalam jumlah yang tidak terhitung lagi. Baik ketika shalat sendiri ataupun di tengah jama'ah di masjid. Parahnya, beberapa shalat, dari awal waktu sampai masuk waktu shalat berikutnya, saya terus mengulang-ulang takbiratul ihram. Keadaan seperti ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.
Rara takut yang begitu ekstrim terhadap kesalahan qalbu dalam melafalkan niat, menyebabkan was-was dan keraguan yang begitu besar dalam qalbuku. Saya selalu ragu apakah lafalnya sudah sempurna atau belum. Saya takut rukun niat ini tidak terpenuhi, yang berakibat tidak sahnya shalat, dan akhirnya menjadi petaka di akhirat.
Was-was senantiasa membisikkan bahwa kebenaran niat diragukan. Kemudian bisikan ragu apakah melanjutkan shalat atau mengulangi takbiratul ihram. Selanjutnya, keraguan ini digambarkan kepadaku sebagai keinginan untuk membatalkan shalat dengan mengulanginya. Sedangkan telah diketahui bahwa niat membatalkan shalat termasuk pembatal shalat.
Was-was ini telah membawaku kepada kebodohan yang sangat memalukan. Akhirnya Allah menyelamatkanku dari was-was ini. Di antaranya dengan pengetahuan bahwasanya niat itu bukanlah berbentul lafal layaknya kalimat yang diucapkan oleh lisan.
Perkembangan Keilmuan Islamku
Sudah kusebutkan bahwa saya masuk Islam menjelang EBTANAS SMP. Di masa libur panjang itu saya belajar Iqra' hanya sekitar 1 minggu bersama dua guru.
Ketika tiba masa pendaftaran sekolah, Allah mentakdirkan saya bertemu dengan bagian tata usaha pesantren. Beliau menyuruhku mendaftar tanpa biaya pendaftaran maupun SPP.
Ringkasnya, saya masuk tingkat 'aliyah. Masa awal yang membuat saya setiap hari terliputi rasa malu. Hal ini disebabkan bacaan Al-Qur'an saya yang masih terputus-putus. Sedangkan di pesantren sangat banyak pelajaran yang menggunakam bahasa Arab. Sehingga jangankan kemampuan membaca Al-Qur'an, bahasa Arab pun seharusnya sudah bisa, minimalnya mengenal dasarnya.
Saya pun belajar Al Qur'an sendiri. Sampai akhirnya bisa dan menghafal Al Qur'an. Pengalaman yang begitu indah, ketika Allah memberi saya kesempatan menghafal juz I hanya dalam 3 hari, juz II dalam 4 hari dengan hafalan yang matang. Lalu semakin bertambah hafalan semakin membutuhkan waktu yang panjang demi me-muraja'ah (mengulang) yang sudah terhafal agar tetap terjaga.
Akhir semester pertama di Madrasah 'Aliyah tiba. Hasil ujian semester keluar dengan saya mendapatkan peringkat 2 dari belakang (23 dari 24 siswa). Namun, Alhamdulillah, Allah senantiasa membimbingku. Pada semester II saya mendapatkan peringkat 18 dari 24 siswa.
Di kelas 2 'aliyah, sesuai takdir Allah, di jalan setapak masjid tempat kegiatan belajar mengajar pesantren, saya bertemu dengan pimpinan pesantren. Beliau menanyakan makan, minum, dan tidurku. Setelah mengetahui keadaanku, beliau menyuruhku tinggal di rumahnya. Saya pun tinggal di rumah beliau sekitar 4 tahun. Jasa sangat besar yang tidak sanggup saya balas, hanya Allah yang kuasa membalasnya. Semoga Allah membalasi kebajikan beliau dengan sempurna.
Saya kembali, di kelas 2 aliyah, semester I saya di peringkat 12 dari 24 siswa. Semester II di peringkat 8. Prestasi belajarku terus menanjak. Sampai ada santri yang mengaku, bahwa dirinya ditugaskan salah seorang guru untuk memantau saya dalam ujian. Apakah saya nyontek buku. Tapi katanya ternyata tidak, karena memang itu tidak terjadi. Naik kelas 3 aliyah, semester I saya mendapatkan peringkat 5, di semester terakhir mendapatkan peringkat 2.
Tahun 1995, saya selesai dari pesantren dengan ijazah MAN. Saya melanjutkan pendidikan ke Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar. Hal ini atas saran seorang pembimbing yang sudah saya anggap seperti ayah sendiri. Satu tahun kuliah di fakultas Tafsir-Hadits, kemudian saya ikut tes untuk mendapatkan beasiswa Universitas Al Azhar Kairo tahun 1996. Untuk wilayah propinsi Sulsel, tes diadakan di IAIN Alauddin Makassar dengan jumlah peserta 80 orang.
Ringkasnya, setelah berlalu beberapa lama, saya mendapatkan info bahwa pengumuman hasil tes sudah keluar. Saya berangkat ke IAIN, masuk ke ruang tata usaha, dan bertanya, "Hasil tes sudah keluar?" Katanya, "Siapa namamu?" Jawab saya, "Afu." Kata dia, "Yang benar? Kok tidak putih?!" Sambil mencandai. Akhirnya dia pun memberitahukan kelulusanku dengan nilai rata-rata 9,5 untuk 5 materi tes. Saya menduduki peringkat 1 di antara 10 orang yang dinyatakan lulus.
Berita ini jadi heboh sampai ke tingkat Kanwil, karena untuk pertama kalinya ada nama 'aneh' yang lulus, bahkan di urutan 1. Hatiku sangat senang Allah membukakan jalan untuk menuntut ilmu. Namun kemudian saya mendapatkan masalah besar karena status saya masih sebagai WNA (Warga Negara Asing). Saya tidak diberikan passport, walau segala usaha yang kira-kira mampu saya lakukan telah saya tempuh. Saya sangat sedih, tapi tidak berputus asa. Saya urus kewarganegaraan hingga akhirnya berhasil. Tetapi telah terlambat 1 minggu dari tutupnya pendaftaran di Kairo.
Atas kemudahan dari Allah, kemudian bantuan yang sangat besar dari ketua Yayasan UMI, semoga Allah merahmatinya. Di tahun 1997 saya diizinkan ikut rombongan mahasiswa utusan ke Kairo tanpa tes lagi.
Aktivitas Menuntut Ilmuku Selama di Mesir
Secara formal saya kuliah di fakultas Syari'ah Islamiyah. Sedangkan thalabul ilmi non formal, saya menimba ilmu dari masyayikh murid-murid dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Albani, maupun Syaikh Muqbil, semoga Allah merahmati mereka semua.
Kebiasaan saya, setelah muqarrar (diktat) yang ditentukan dosen setiap materi telah keluar, saya membelinya dan meringkas tidak lebih dari 10 halaman. Kemudian aktivitas lebih mengarahkan kepada materi-materi lain di luar mata pelajaran kuliah. Maka saat ujian tiba, saya tidak tegang sebagaimana teman-teman. Saya cukup menelaah kembali ringkasan yang dulu saya buat.
Alhamdulillah, setiap tahun saya naik ke tingkat selanjutnya. Di tingkat terakhir saya mengalami tashfiyah (remedial), yaitu harus mengulangi 2 materi. Disebabkan jawaban saya menyelisihi pendapat dosen. Tapi alhamdulillah ujian susulan bisa saya selesaikan dengan baik. Saya lulus dari S1 Al Azhar dengan nilai 'jayyid' pada tahun 2002.
Aktivitas Setelah Pulang ke Indonesia
Disebabkan kondisi, awal pulang dari Mesir saya sempat mengajar di beberapa tempat di Makassar dalam waktu yang hanya sebentar. Kemudian saya ke kampung istri di Jawa. Kegiatan harian mengajar di salah satu pondok pesantren Salafy selama 3 tahun. Alhamdulillah angkatan mereka saat ini telah menjadi para pengajar baik di pondok tersebut maupun tempat lainnya. Sambil mengajar di pondok pesantren dengan jadwal yang cukup padat, alhamdulillah Allah memudahkanku menerjemahkan sekitar 30 judul kitab berbahasa Arab yang diterbitkan oleh beberapa penerbit Salafiyyah.
Sekarang sudah lebih 4 tahun saya berada di sebuah daerah yang sangat membutuhkan praktisi dakwah. Selain aktivitas dakwah, berupa ceramah dan khutbah di masjid-masjid, saya membina sebuah yayasan. Yayasan yang memiliki kegiatan home schooling untuk setingkat TK, Tahfizhul Qur'an untuk remaja, dan Pengkaderan Dai untuk dewasa. Semuanya ini saya jalankan bersama keluarga tercinta. Saya dan istri bersama 4 anak tercinta. Di rumah yang sekaligus menjadi tempat tinggal kami yang sederhana dengan ukuran hanya 102 meter persegi.
Penutup
Alhamdulillah yang telah memberikan kita hidayah. Tanpa hidayah-Nya kita tidak bisa melakukan apa-apa. Alhamdulillah yang semata dengan nikmat-Nya amal shalih bisa sempurna.
Saya berterima kasih kepada semua yang telah berjasa padaku, khususnya orang tua saya, para syaikh Ahlussunnah, dan semua yang berjasa, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Semoga Allah memberikan hidayah Islam untuk dua orang tuaku dan kaum kerabatku, yang hampir semuanya masih mempersekutukan Allah dengan aliran Konghucunya. Semoga Allah mengampuni kesalahan saya dan para guruku, mengumpulkan kami di surga-Nya yang tertinggi bersama para nabi, shiddiqin, syuhada', dan shalihin. Semoga Allah merahmati kaum muslimin seluruhnya, dan mengangkat kembali kaum muslimin dari keterjatuhannya. Amin.
[ Admin blog: Beliau adalah al-Ust. Fuad Qawwam, Lc. Kisah ini juga bisa dibaca di blog beliau, www.fuadbatam.blogspot.com ]
Sumber: Majalah Qudwah edisi 01 vol. 01/1433 H/2012, hal. 88-91, judul asli: Kisah Secercah Hidayah di Dalam Qalbu.
Baca juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar