mau ngiklan disini? klik gambar ini..

Selasa, 15 Mei 2012

Membandingkan Antara Hukum Pancung, Kursi Listrik, dan Suntik Mati

kursi listrik


BENARKAH HUKUM PANCUNG ITU KEJAM?

Pro dan kontra mengenai hukum pancung qishash yang dilaksanakan di Saudi Arabia (berdasarkan Syariat Islam) ini memang telah menguras energi kita akhir-akhir ini. Namun begitu tak ada salahnya di sela-sela perbincangan ini kita mencoba untuk menganalisanya dengan menggunakan akal sehat kita.

Barat menerapkan hukum SUNTIK MATI hingga KURSI LISTRIK. …Arab (Islam) menerapkan hukum PANCUNG LEHER.

KURSI LISTRIK
yang dimaksud di sini adalah kursi yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan peralatan yang bisa mengalirkan listrik dengan maksud untuk mengeksekusi terpidana mati.

Penggunaan kursi listrik untuk eksekusi mati berasal dari Amerika Serikat, merupakan satu-satunya negara yang menggunakan metode ini (Philipina pernah menggunakan kursi listrik ini dari tahun 1924 sampai 1976) dan sampai tahun 2008 masih digunakan sebagai opsi (pilihan) metode hukuman mati di beberapa negara bagian AS seperti Alabama, Florida, South Carolina, Kentucky, Tennnesee dan Virginia.

Pertama kali kursi listrik digunakan untuk mengeksekusi mati seorang terpidana mati laki-laki bernama William Kemmler pada tahun 1890 di penjara New York, Amerika Serikat. Wanita pertama yang menjalankan hukuman mati dengan kursi listrik adalah Martha M. Place yang dieksekusi di penjara “Sing Sing”, AS, pada tahun 1899.

Menjelang eksekusi mati di kursi listrik, biasanya terpidana mati terlebih dahulu rambut bagian kepala dan kaki dicukur gundul. Kadang-kadang alis mata dan janggut juga dicukur untuk mengurangi resiko terbakar akibat sengatan listrik. Setelah didudukkan di kursi listrik, bagian dada, pinggang, kakinya diikat ke kursi dengan ikat pinggang. Kepalanya diberi spon (sponge) yang dibasahi cairan garam untuk mempermudah mengalirkan arus listrik. Kepalanya kemudian diberi penutup berbentuk bulat terbuat dari logam listrik (elektrode), alat penghantar listrik. Lalu bagian kaki yang sudah dicukur, ditempeli elektrode berbentuk gel untuk mempercepat sirkulasi listrik ke tubuh pesakitan. Lalu kedua matanya ditutup.

Setelah tim pengamat eksekusi berada di lokasi eksekusi, maka dimulailah detik-detik yang menegangkan, yaitu saatnya mengalirkan arus listrik yang berkekuatan hingga 2.000 volt bahkan sampai 2.450 volt, dengan cara menarik tombol listrik. Dalam waktu 15 sampai 30 detik biasanya jantung pesakitan berhenti berdetak akibat hentakan listrik yang berkekuatan sampai 2.000 volt tersebut. Temperatur tubuh korban dapat meningkat sampai 59 derajad Celcius yang umumnya bisa mengakibatkan merusak organ-organ dalam tubuh.

Setelah aliran litrik dihentikan (penyaluran listrik 15–30 detik) dan suhu pesakitan mulai mendingin, maka dokter mulai memeriksa jantung sang terpidana mati tersebut, apakah jantungnya sudah tidak berdenyut lagi alias telah tercabut nyawanya. Jika belum tuntas mati, maka hentakan listrik diberikan lagi, diulang sampai betul-betul detak jantungnya berhenti total!

Dibandingkan dengan hukuman suntikan, kursi listrik memunculkan aroma kekerasan, menimbulkan rasa sakit, dan penghinaan yang mendalam pada para korban. Begitulah yang digambarkan oleh William Brennan, Jr., salah satu hakim pada Mahkamah Agung AS, dan para saksi yang sering menyaksikan eksekusi itu. Ketika arus mulai mengalir ke tubuh terpidana, para pesakitan mengalami kengerian luar biasa. Mereka berusaha melompat, meronta, dan melawan dengan sepenuh kekuatan. Tangan menjadi merah, lantas berubah menjadi putih. Anggota badan, jari jemari tangan, kaki, dan wajah berubah bentuk. Bola mata sering melotot. Mereka juga sering buang air besar dan kecil, muntah darah, serta mengeluarkan air liur.

Pada SUNTIK MATI, hukuman mati dengan cara ini dilakukan dengan menyuntikkan cairan yang merupakan kombinasi tiga obat. Pertama, sodium thiopental atau sodium pentothal, obat bius tidur yang membuat terpidana tak sadarkan diri. Lantas disusul dengan pancuronium bromide, yang melumpuhkan diafragma dan paru-paru. Ketiga potassium chloride yang membikin jantung berhenti berdetak.

Pada saat eksekusi, terpidana dibawa ke ruangan khusus; ditidurkan, serta diikat pada bagian kaki dan pinggang. Sebuah alat dipasang di badan untuk memonitor jantung yang disambungkan dengan pencetak yang ada di luar kamar.

Ketika isyarat diberikan, 5 g sodium pentothal dalam 20 cc larutan disuntikkan lewat lengan. Lalu diikuti oleh 50 cc pancuronium bromide, larutan garam, dan terakhir 50 cc potassium chloride. Kelihatannya mudah. Namun, banyak hal tak terduga bisa terjadi! Dalam beberapa kasus pembuluh darah sukar didapat atau peralatan tidak pas menembus pembuluh darah.

Dari kedua hukum di atas, mana yang “TERLIHAT PALING KEJAM” dan mana yang “SEBETULNYA PALING KEJAM”?

Ingat kata ‘terlihat’ tidak sama dengan ‘sebetulnya’!

TERLIHAT merupakan kata yang pantas diucapkan oleh penonton (awam), sedangkan SEBETULNYA merupakan kata yang pantas diucapkan oleh seorang yang ahli, profesional atau berpengalaman.

Menurut kacamata penonton :
Hukum pancung leher ala Arab (Islam) TERLIHAT jauh lebih kejam daripada suntik mati atau duduk di kursi listrik.

Menurut kacamata ahli :
Hukum pancung leher ala Arab (Islam) SEBETULNYA jauh lebih manusiawi daripada suntik mati atau duduk di kursi listrik.

MANA YANG BETUL?

Sekarang kita coba telaah satu per satu :

ALASAN PENONTON :
Hukum pancung leher ala Arab (Islam) dianggap lebih kejam daripada suntik mati atau duduk di kursi listrik karena membunuh manusia (yang telah divonis bersalah) dengan cara memisahkan kepala dari badannya secara paksa dengan menggunakan sabetan pedang. Jadi ada unsur melukai badan secara fisik. Sedangkan suntik mati atau duduk di kursi listrik dipandang sama sekali tidak melukai badan secara fisik.

Kesimpulannya : Pandangan awam ini lebih menonjolkan tinjauannya pada aspek LUKA SECARA FISIK.

ALASAN AHLI :
Hukum pancung leher ala Arab (Islam) dianggap lebih manusiawi daripada suntik mati atau duduk di kursi listrik karena walaupun melukai secara fisik, yakni memisahkan kepala dari badannya, namun hukum pancung leher dapat membunuh manusia (yang telah divonis bersalah) seketika (dalam hitungan sepersekian detik) tanpa merasakan sakit sama sekali akibat terputusnya jutaan urat-urat saraf perasa dengan pusat syarafnya, yakni otak si terhukum.

Sedangkan suntik mati atau duduk di kursi listrik walaupun tidak melukai secara fisik, namun membunuh si terhukum jauh lebih lama daripada hukum pancung leher, sehingga si terhukum akan sempat merasakan sakit luar biasa (sakaratul maut) cukup lama (hitungan menit).

Kesimpulan : Pandangan ahli ini lebih menonjolkan tinjauannya pada aspek SAKIT YANG DIRASAKAN.

Dari kedua pendapat di atas, sekarang kita akan coba untuk meninjaunya dengan menggunakan AKAL SEHAT KITA SEBAGAI MANUSIA YANG BERAKAL tentunya. Namun sebelum kita berpendapat, maka tak ada salahnya kita mencoba untuk menebak kira-kira jawaban apa yang akan keluar dari mulut si terhukum mati ketika di tanya :

Jika ada 2 macam hukuman mati, mana yang akan anda pilih :
• A. Yang bisa menjaga keutuhan fisik anda.
• B. Yang bisa menghilangkan rasa sakit anda.

Saya rasa kita semua sepakat bahwa jawaban yang akan keluar dari mulut si terhukum mati adalah lebih condong pada JAWABAN B, YAKNI MEMILIH JENIS HUKUMAN MATI YANG BISA MENGHILANGKAN RASA SAKITNYA alias langsung mati.

Pertanyaannya, logiskah jawaban si terhukum mati?

Di sinilah akal sehat kita semua akan berbicara, bahwa seorang terhukum mati TIDAK MUNGKIN akan memikirkan bagaimana keutuhan jasadnya setelah mati, karena setelah mati si terhukum sudah meninggalkan dunia alias hidup di alam yang berbeda dengan yang masih hidup. Ia tak mungkin lagi bisa berhubungan dengan fisik jasad yang ditinggalkan ruhnya. Jadi intinya, ruhnya itu sudah tidak peduli lagi dengan rupa jasadnya di dunia, mau utuh atau tidak, mau hancur atau tidak. Justru yang ia fikirkan adalah bagaimana agar ketika ajal merenggutnya, maka ajalnya itu akan terenggut dari dirinya tanpa perasaan sakit sama sekali, sehingga ia hanya bagaikan tidur dan pindah ke alam mimpinya saja.

Pada kasus Suntik mati, si terhukum tetap merasakan sakit dalam hitungan menit, yakni saat racun menghentikan detak jantung. Si jantung yang sebelumnya sehat tetap memaksa bekerja keras memompa darah walaupun racun telah mencemarinya dalam hitungan menit.

KESIMPULAN UMUM

Hukum pancung bagi si terhukum, walau terlihat kejam secara fisik namun ternyata jauh lebih manusiawi ketimbang jenis hukuman mati lainnya, karena mampu menghilangkan rasa sakit dari tubuh manusia (si terhukum). Oleh karena hukum pancung (qishash) yang ternyata jauh lebih akurat dalam menghilangkan rasa sakit pada manusia (si terhukum) itu berasal dari kitab suci Al-Quran yang notabene adalah kumpulan firman-firman Allah Subhanahuwata’ala, maka TERBUKTI SUDAH BAHWA ALLAH ITU MAHA BENAR DENGAN SEGALA FIRMAN-NYA.

Namun begitu Allah Subhanahuwata’ala, tetap memberikan kesempatan kepada si terhukum qishash untuk lepas dari jerat hukum pancung ini manakala ia telah mendapatkan maaf dari keluarga korban dan bersedia membayar uang pengganti (diat) sebesar yang diminta kepadanya.

Dan bagi keluarga si korban Allah Subhanahuwata’ala juga memberikan petunjuk agar dalam meminta uang penggganti itu tidak berlebihan atau melewati batas kemampuan si pembunuh yang telah dimaafkannya.

Menurut anda semua, jika memang hukuman mati terpaksa memang harus dilakukan terhadap si terhukum, maka manakah yang harus lebih dipentingkan bagi si calon terhukum mati, apakah MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN FISIKNYA atau MENGURANGI RASA SAKITNYA?

Sumber: http://kaahil.wordpress.com/2011/07/02/perbandingan-metode-hukluman-mati-antara-hukum-pancung-suntik-mati-dan-kursi-listrik/

Baca juga:

1 komentar: