Kumpulan tanya jawab agama, kisah nyata, kesehatan, sains, tekno, berkebun, tips praktis, dan serba-serbi info lainnya.
Senin, 02 Juli 2012
Adakah Tuntunan Saling Meminta Maaf Sebelum Memasuki Ramadhan?
Dijawab oleh: al-Ustadz Muhammad Afifuddin
Pertanyaan: Apakah boleh meminta maaf kepada saudara-saudara muslim sebelum memasuki Ramadhan? Sebagaimana saat ini marak sekali, baik melalui SMS maupun media lainnya. (+6285367XXXXXX)
Jawaban:
Apabila mengkhususkannya, tidak ada contoh dalam sunnah. Fenomena yang sedang berkembang disebabkan adanya sebagian mubaligh yang salah menerjemahkan hadits mengenai doa Jibril 'alaihis salam yang diaminkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam. Waffaqakumullah.
* * *
Hadits Doa Jibril Menjelang Ramadhan
Pertanyaan: Apakah shahih hadits, "Menjelang Ramadhan, Jibril pernah berdoa, 'Ya Allah, abaikan puasa umat Muhammad apabila sebelum masuk Ramadhan tidak memohon maaf kepada orang tua, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya,' lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam mengamininya sampai tiga kali?" Jazakumullah khairan. (+6281230XXXXXX)
Jawaban:
Terjadi kesalahan dalam menerjemahkan hadits. Yang benar adalah, "Celaka seseorang yang menjumpai Ramadhan dan keluar darinya dalam keadaan dosanya belum terampuni." Zadakumullahu 'ilma.
* * *
Pertanyaan: Malaikat Jibril 'alaihis salam pernah berdoa, "Ya Allah, jangan diterima puasa umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebelum melakukan tiga perkara: Memohon maaf kepada kedua orang tuanya, kepada suami/istrinya, dan kepada saudara sesama muslim." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Apakah hadits tersebut benar/shahih dan sebelum berpuasa disyariatkan untuk meminta maaf? (+6287863XXXXXX)
Jawaban:
Hadits tersebut -dengan terjemah yang benar sebagaimana disebutkan di jawaban sebelumnya- derajatnya shahih dan diriwayatkan dari beberapa orang sahabat.
Sumber: Majalah Asy Syariah no. 79/VII/1433 H/2012, hal. 40.
Catatan admin: Pada asalnya, permasalahan tentang "meminta maaf sebelum memasuki Ramadhan", berawal dari kesalahan dalam menerjemahkan hadits "Doa Jibril Menjelang Ramadhan" oleh sebagian mubaligh. Sehingga, yang seharusnya hadits tersebut berisi mengenai penyebutan ancaman bagi orang yang tidak diampuni dosanya setelah selesai Ramadhan, (namun karena salah menerjemahkan) menjadi tentang masalah meminta maaf sebelum Ramadhan, wallahu a'lam.
(Faidah ini penulis dapatkan dari al-Ustadz Muhammad Afifuddin setelah berkonsultasi melalui sms)
* * *
Bermaafan Sebelum Ramadhan
Kali ini akan kita bahas mengenai sebuah tradisi yang banyak dilestarikan oleh masyarakat, terutama di kalangan aktifis da’wah yang beramal tanpa didasari ilmu, tradisi tersebut adalah tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan.
Ya, saya katakan demikian karena tradisi ini pun pertama kali saya kenal dari para aktifis da’wah kampus dahulu, dan ketika itu saya amati banyak masyarakat awam malah tidak tahu tradisi ini. Dengan kata lain, bisa jadi tradisi ini disebarluaskan oleh mereka para aktifis da’wah yang kurang mengilmu apa yang mereka da’wahkan bukan disebarluaskan oleh masyarakat awam. Dan perlu diketahui, bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Islam.
Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadits yang terjemahannya sebagai berikut:
Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah. Do’a Malaikat Jibril itu adalah: “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Namun anehnya, hampir semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat hadits. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits.
Setelah berusaha mencari-cari lagi, saya menemukan ada orang yang menuliskan hadits ini kemudian menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254). Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246, 254) ditemukan hadits berikut:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺭﻗﻲ ﺍﻟﻤﻨﺒﺮ ﻓﻘﺎﻝ : ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ ﺁﻣﻴﻦ ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ : ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺗﺼﻨﻊ ﻫﺬﺍ ؟ ! ﻓﻘﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺟﺒﺮﻳﻞ : ﺃﺭﻏﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺩﺧﻞ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻠﻢ ﻳﻐﻔﺮ ﻟﻪ ﻓﻘﻠﺖ : ﺁﻣﻴﻦ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺃﺩﺭﻙ ﻭ ﺍﻟﺪﻳﻪ ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺪﺧﻠﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻓﻘﻠﺖ : ﺁﻣﻴﻦ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﺭﻏﻢ ﺃﻧﻒ ﻋﺒﺪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺫﻛﺮﺕ ﻋﻨﺪﻩ ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻋﻠﻴﻚ ﻓﻘﻠﺖ : ﺁﻣﻴﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻷﻋﻈﻤﻲ : ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺟﻴﺪ
"Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya: “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.”
Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”. Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).
Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut di atas adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut.
Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﻣﻈﻠﻤﺔ ﻷﺧﻴﻪ ﻣﻦ ﻋﺮﺿﻪ ﺃﻭ ﺷﻲﺀ ﻓﻠﻴﺘﺤﻠﻠﻪ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺩﻳﻨﺎﺭ ﻭﻻ ﺩﺭﻫﻢ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﺃﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺑﻘﺪﺭ ﻣﻈﻠﻤﺘﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻟﻪ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﺃﺧﺬ ﻣﻦ ﺳﻴﺌﺎﺕ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻓﺤﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ
"Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi.” (HR. Bukhari no. 2449)
Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam.
Jika ada yang berkata: “Manusia kan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari.” Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa.
Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﺠﺎﻭﺯ ﻟﻲ ﻋﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﺍﻟﺨﻄﺄ ﻭﺍﻟﻨﺴﻴﺎﻥ ﻭﻣﺎ ﺍﺳﺘﻜﺮﻫﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa.” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.
Dan kata ﺍﻟﻴﻮﻡ (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen datangnya Ramadhan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizhaliminya tersebut. Asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun.
Wallahu a’lam.
Sumber: http://kangaswad.wordpress.com/2009/08/16/bermaafan-sebelum-ramadhan/
Baca juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar